KUNING - COKELAT
Hujan dapat mengubah perasaan
seseorang dalam sekaligus, datangnya hujan membawa kenangan bagi setiap orang.
Siapapun yang memiliki pengalaman bersama hujan akan mengunggah kembali memory
kenangan masa lau ketika hujan mulai menampakkan wujudnya, tak terkecuali yang
dirasakan Kanza. Teringat kembali sentuhan hangat Ricko saat memberikan jaket
kuning miliknya ke punggung Kanza ketika mereka berdua kehujanan di jalanan
belakang pasar Bringharjo, lebih tepatnya di depan Progo Swalayan. Kini titik
air hujan membasahi tubuh mungilnya tanpa Ricko yang memberinya kehangatan
waktu itu. Kenangan indah itu seketika muncul dan lenyap ketika satu per satu
pakaiannya basah oleh air hujan di tengah padatnya jalanan Yogyakarta.
Ricko, lelaki yang dikenal Kanza
melalui facebook sekitar hampir satu tahun lamanya. Hubungan mereka
berawal dari perkenalan yang disengaja oleh Ricko melalui media social dan
bertemu secara tidak sengaja dalam sebuah acara pelatihan di salah satu kampus
negeri di Yogyakarta. Betapa kagetnya Kanza ketika menemui lelaki yang mirip
dengan wajah orang yang dikenalnya melalui facebook tersebut hadir
ditengah acara kampusnya.
“Bukannya dia kuliah di Bandung ?
Kenapa ada disini sekarang ?”, batin Kanza.
Sesaat setelah itu Ricko
menghampiri Kanza yang tampak gelagapan melihat kehadirannya. Kanza bergegas
membenahi jilbabnya yang sebenarnya tidak bermasalah. Taka da sepatah katapun
yang keluar dari mulut Ricko maupun Kanza. Canggung diantara keduanya membuat
tanda tanya besar bagi rekan-rekan organisasi Kanza. Untuk menutupi salang
tingkahnya, Kanza akhirnya bergabung dengan teman seangkatannya dengan sedikit
basa-basi agar Ricko tak memperhatikannya.
Tanpa terasa acara sudah usai,
Kanza bergegas untuk membersihkan lokasi kegiatan saat itu juga. Beberapa teman-teman
Kanza sudah mulai berpamitan satu per satu hingga menyisakan tidak lebih dari
sepuluh orang termasuk Ricko masih ada disana bersama temannya yang diketahui
nama panggilannya adalah Sableng. Sableng adalah orang yang berasal dari daerah
yang sama dengan Kanza di Madiun. Sableng memang memilliki usia yang jauh lebih
tua dengan Kanza maupun Ricko, akan tetapi Sableng tidak pernah membedakan
dalam hal memilih teman. Berawal dari Sableng inilah Kanza dan Ricko akhirnya
berani membuka percakapan.
“Za, enek seng pengen kenalan
loh. Mbok yo ditakoni, lawong dulur organisasi kok ra dijak omong (Za, ada
yang ingin kenalan. Sesama teman organisasi kok ndak diajak bicara)”,
tegur Sableng dengan nada bicara bercanda.
“Heh, sinten ? Oh mas e niki ?
Sampean asalnya dari mana mas ? (Heh, siapa ? Oh mas ini ? Kamu asalnya
dari mana mas ?)”, sapa Kanza dengan ragu-ragu kepada Ricko tanpa memandang
wajah Ricko.
“Aku to mbak, dari Lamongan
mbak”, jawabnya lirih tanpa senyum dan tanpa menoleh ke Kanza.
“Oh berarti ikut Ikatan Mahasiswa
Lamongan disini ya mas”, balas Kanza untuk memastikan nama organisasi daerahnya
di Yogyakarta.
“Apa itu mbak ? Aku gak ikut, aku
kuliah di Bandung mbak. Kesini diajakin Sableng ikut acara”, jawab Ricko untuk
memastikan bahwa dia bukan mahasiswa dari Yogyakarta.
Kanza pun terlihat malu karena
salah menduga. Percakapan mereka tanpa memperkenalkan nama satu sama lain,
bahkan bertukar nomor handphone pun tidak ada dalam arah pembicaraan
mereka. Sableng menjadi penonton tanpa bayaran dengan cengingiran dan tawa yang
meledak diakhir percakapan. Demi menghilangkan rasa malunya, Kanza izin untuk
berpamitan dan pulang lebih dulu. Dengan motor kesayangan vario Putih yang
diberi nama Monster Putih (Mothi), akhirnya Kanza pulang ke rumah kost dengan
senyum mengembang sepanjang jalan. Entah apa yang sedang dirasakan Kanza, kali
ini beda dengan perasaan biasanya.
Sesampainya di rumah kos, Kanza
tidak segera bergegas mandi seperti biasanya. Dia langsung saja menyambar handphone
Androidnya dan mulai terdengar suara playlist lagu “Pemujamu” yang
dinyanyikan oleh Ada Band. Bait demi bait iya lantunkan meskipun tak pernah ada
hubungan lagu tersebut dengan apa yang dialami lima belas menit yang lalu di
kampus. Namun jauh didalam hatinya Kanza ingin sekali bertemu lagi dengan Ricko
dalam kesempatan yang berbeda. Satu hal yang tidak Kanza ketahui, bahwa Ricko
kini mulai menetap untuk tinggal di Yogyakarta meskipun berstatus sebagai salah
satu mahasiswa di Bandung.
Acara latihan rutin tiga kali
dalam seminggu di kampus menjadi kesepakatan Kanza dan teman-temannya. Di
setiap kesempatan tersebut, Kanza melihat Ricko selalu hadir dalam latihan
bersama Sableng maupun sendiri. Hingga akhirnya Kanza mengetahui bahwa lelaki
yang dikiria mahasiswa di Yogyakarta ini bernama lengkap Ricko Setia Pratama
dan merupakan pelatih senior yang berasal dari Lamongan. Malu dan canggung
ketika berhadapan dengan Ricko terlihat dari cara Kanza memberikan senyuman.
Kanza belum resmi menjadi pelatih di tempat latihan tersebut, inilah yang membuat
Ricko tidak berani melakukan PDKT secara terang-terangan. Ricko juga
menyadari posisinya sebagai pelatih tamu disitu sehingga Ricko sedikit
memberikan jarak kepada calon pelatih lainnya.
Perkenalan facebook yang
diawali bulan Juni 2014 dan berlanjut pertemuan bulan Juli 2014 terhitung
sangat cepat bagi Kanza. Namun bukan itu yang membuat Kanza memiliki beribu
bahkan sejuta kenangan bersama Ricko. Bulan Oktober 2014 tepatnya tanggal 13
adalah saat dimana Kanza harus pergi ke salah satu pesantren di Jawa Timur
bersama rekan seangkatan untuk dilantik secara resmi menjadi pelatih. Kanza
tidak menyangka Ricko akan menghubunginya karena Kanza tidak pernah berharap
lebih pada lelaki yang dikenalnya dari media social tersebut.
“Gimana mbak kabarnya disana ?
Teman-teman sudah melakukan test apa saja ?”, Tanya Ricko melalui SMS ke nomor
handphone Kanza. Sontak Kanza kaget dan bingung siapa yang mengirim pesan
singkat tersebut dan menanyakan kabar test untuk naik level menjadi pelatih.
Jarinya yang lentik mulai mengetik huruf per huruf untuk membalas pesan singkat
misterius. Dugaannya adalah Sableng, karena pria tersebut seringkali ngerjain
Kanza dalam hal apapun.
“Alhamdullillah baik. Sabtu besok
test terakhir. Ini Sableng bukan sih ? Kok nomornya beda”, balas Kanza cepat.
Secepat itu pula Ricko membalas pesan singkat yang menyisakan tanda tanya siapa
orang yang lima menit lalu mengirim pesan padanya.
Hari-hari terakhir Kanza di Jawa
Timur baru diketahui bahwa pesan singkat tersebut dikirim oleh Ricko dengan
nomor handphone pribadinya. “Dari mana Ricko tau nomor HP ku ? Kan
aku ndak pernah kasih nomor ke dia. Jangan-jangan Sableng ? Tapi Sableng bilang
tidak pernah kasih nomor ke Ricko. Aneh”, gumam Kanza dalam hati ketika
sedang berada dalam kereta api untuk kembali ke Yogyakarta. Namun diam-diam
Kanza menyimpan nomor tersebut agar bisa dihubungi kembali ketika Kanza butuh
bantuan.
Sesampainya di Yogyakarta, Kanza
harus berkemas untuk kepergiannya bulan depan selama satu bulan di Kediri.
Kepergiannya kali ini untuk memenuhi syarat kelulusannya magang di salah satu
perusahaan rokok terbesar di Indonesia tersebut. Kanza diterima menjadi
mahasiswa magang di bagian Public Relations perusahaan rokok
ternama di Indonesia. Semenjak Kanza resmi diangkat menjadi pelatih, Ricko dan
Kanza mulai intens berkomunikasi melalui telephone maupun SMS. Secara sengaja
mereka berdua membuat janji untuk pergi ke café bersama dengan alasan
“pengerjaan skripsi”, yaaa meskipun Kanza sebetulnya belum tau mau mengambil
judul apa untuk skripsinya.
Tak hanya pergi berdua ke café,
mereka juga sering bertemu dengan alasan “jogging” baik di pagi hari maupun
sore hari di daerah wisata dan pemancingan Tambakboyo. Kanza merasa ada sesuatu
yang lain dari perhatian Ricko menjemput Kanza ke café, menjemput Kanza jogging
dan membuat Kanza tertawa dikamar tanpa suatu penyebab. Jamper andalan Ricko
ketika bertemu Kanza adalah jamper coklat gelap perpaduan kuning dengan celana
levis pendek selutut. Jaket itu pula yang menjadi saksi bisu ketika mereka berdua
berteduh karena kehujanan di sekitar Progo. Hujan yang tak kunjung reda membuat
mereka harus mencari tempat berteduh dan Ricko harus merelakan jaket andalannya
untuk dipakai Kanza agar tidak kedinginan.
Bersambung……
Komentar
Posting Komentar