Perempuan dan Demokrasi di Indonesia
PEREMPUAN DAN DEMOKRASI DI INDONESIA
Demokrasi ibarat kapal besar yang menjadi ideology sebagian besar Negara
di dunia demi kemajuan dan pembangunan masyarakat.
Namun, demokrasi dapat karam bila kepentingan local terasing dari
kekayaan alam dan sumber daya manusianya (Abdur Rozaki)
Latar Belakang
Indonesia menginjak usia yang ke-68 tahun merupakan usia yang telah
mengalami banyak hal. Tidak mudah untuk mempertahankan Negara ini hingga usia
68 tahun. Sejak merdeka tahun 1945 hingga 2013 ini, belum selesai segala ujian
yang tengah dihadapi oleh bangsa Indonesia. Ujian demi ujian mulai dirasa satu
per satu oleh penghuni negeri ini, masyarakat luas. Evaluasi dari segala
kejadian yang menghadang telah dilakukan, namun ketika Indonesia menemui suatu
kendala, upaya yang dilakukan dirasa kurang maksimal. Peran bangsa Indonesia
saat memperjuangkan Nusantara tidak lepas dari jasa para pahlawan yang
mengkawalnya hingga kita rasakan kebebasan saat ini. Telah gugur, berjatuhan
satu per satu pahlawan negeri ini saat memperjuangkan kemerdekaan. Pahlawan Indonesia
yang tercatat dalam sejarah lebih dari 100 pahlawan, apabila kita menilik dalam
buku RPUL. Para pahlawan revolusi yang kita ketahui berjumlah sepuluh, mereka
di dominasi oleh laki-laki Indonesia, tidak terlepas dari itu
perempuan-perempuan hebat Indonesia juga gugur sebagai kusuma bangsa mengkawal
kemerdekaan NKRI.
Komunikasi yang terjalin setelah Indonesia merdeka merupakan suatu
komunikasi lintas budaya, yang mana mereka harus menyatukan segala bentuk
perbedaan tanpa alat komunikasi yang canggih seperti sekarang ini. Untuk
mengetahui dan mencatat fakta sejarah Indonesia merdeka pun belum sepenuhnya
terdeteksi dengan alat canggih. Pencatatan para kusuma bangsa yang gugur demi
NKRI pun sebatas pengetahuan dari rekan-rekan, para perempuan yang gugur dalam
perjuangan NKRI belum banyak tercatat oleh sejarah.
Seiring berjalannya waktu, peran para pahlawan kita yang tercatat dalam
sejarah bangsa ini tidak lepas dari sesosok perempuan. Perempuan negeri ini
memiliki daya kekuatan yang mampu memotivasi untuk tetap memperjuangkan
Indonesia. Sebutlah Cut Nyak Dien, RA Kartini, Cut Mutia. Mereka adalah
beberapa perempuan Indonesia yang mampu memperjuangkan bangsa ini. Menginjak
usia Indonesia ke 68 tahun, peran perempuan dalam Negara kini mulai berubah.
Perempuan tidak lagi harus ikut berjuang sama persis seperti yang dilakukan
oleh pahlawan perempuan. “Banyak jalan menuju Roma”, begitu kata
pepatah. Prinsip itu pula yang dipegang oleh perempuan Indonesia saat ini.
Perempuan tidak lagi harus beradu fisik, namun mereka memiliki seni kreatifitas
dan daya berkamuflase sehingga membantu dalam memperjuangkan dan mengisi
kemerdekaan saat ini.
Setelah Indonesia merdeka, Indonesia yang mengaku Negara demokrasi[1],
yang kini tengah mengahadapi suatu massa yang menyinggung mengenai peran
perempuan dalam suatu sistem demokrasi
dan politik di Indonesia. Banyak perempuan Indonesia yang kini mulai sadar akan posisi mereka dalam demokrasi
di Indonesia. Rike Diah Pitaloka, Sri Mulyani, Puan, dan Megawati merupakan
contoh perempuan yang telah menerapkan gender[2]
dalam demokrasi di Indonesia.
Berbicara mengenai demokrasi dan perempuan di
Indonesia sekarang ini merupakan hal yang sangat menyenangkan. Bagaimanapun
juga, perempuan memiliki ruang untuk menerapkan gender di Indonesia. Sehingga
menyenangkan apabila akan diberi bentuk kesempatan yang sama bagi perempuan
dalam demokrasi di Indonesia.
Bentuk demokrasi tidak terlepas dari media di era saat ini terutama di Indonesia. Karena bagaimanapun juga media berperan penting dalam menyampaikan
pesan para elit politik dan juga para actor demokrasi di negeri ini. Sangat
menarik apabila kita bahas mengenai media yang kini banyak digunakan dan
dikuasai oleh actor politik di negeri ini dan menimbulkan opini publik yang menyita banyak perhatian khalayak.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan
masalah dari makalah adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah Demokrasi di Indonesia ?
2. Bagaimana demokrasi di Indonesia saat ini ?
3. Bagaimana peran perempuan dalam demokrasi di
Indonesia ?
4. Bagaimana media komunikasi
politik yang digunakan di Indonesia ?
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui :
1. Sejarah Demokrasi di Indonesia.
2. Demokrasi di Indonesia saat ini.
3. Peran perempuan dalam demokrasi di Indonesia.
4. Media Komunikasi
politik yang digunakan di Indonesia.
A. Sejarah Demokrasi di Indonesia
Di Indonesia, pergerakan nasional juga
mencita-citakan adanya pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme
dan anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis. Namun bagi
Gusdur, landasan demokrasi adalah suatu keadilan. Dalam arti terbukanya peluang
kepada semua orang, otonomi atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk
mengatur hidupnya, sesuai dengan apa yang ia inginkan. Masalah keadilan memang
sangat penting, karena dalam setiap orang mempunyai hak untuk menentukan
sendiri jalan hidupnya, tetapi hak tersebut harus dihormati dan diberikan
peluang serta pertolongan untuk mencapainya.
Pada dasarnya, Soekarno sebagai funding father
Indonesia tidak setuju jika Indonesia disebut dengan negara yang demokrasi.
Karena Soekarno ingin mengubah Indonesia menjadi negara sosialis. Sebab,
demokrasi itu dapat diartikan dan berasal dari kata ‘Demok’ dan ‘krasi’
yang berarti ‘sing gede di mok-mok, sing kecil di krasi’ artinya ‘yang
besar dipegang-pegang, yang kecil di injak-injak’. Maksudnya adalah
demokrasi menurut Soekarno itu tidak mementingkan keseluruhan masyarakatnya
dengan adil, maksudnya hanya memikirkan orang-orang yang lebih tinggi
derajatnya dan sedangkan kaum yang lebih rendah di tindas atau tidak
diperhatikan. Oleh sebab itu Soekarno tidak menyetujuinya. Hal ini juga sama
dengan adanya kasta. Karena bagaimanapun juga lama kelamaan para aktor yang
berperan dalam kedudukan yang lebih tinggi pada demokrasi adalah aktor lama,
ini memberikan kesempatan untuk mereka menguasai dalam waktu yang lebih lama
seperti halnya monarki.
“Sebenarnya demokrasi masuk ke Indonesia tidak
secara natural, dia di impor dari negeri barat dengan persoalan orang-orang
barat dengan cara barat sehingga secara konseptual tidak difahami secara
mendasar oleh masyarakat Indonesia” (Yoyok Tindoyo dalam Jurnal “Pusat Studi
HAM Universitas Islam Indonesia” : April 2009).
Sering kita mendengar sekaligus mendefinisikan
demokrasi sebagai “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”.
Hal ini berarti kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan
rakyat, dan rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur
kebijakan pemerintahan. Melalui demokrasi, keputusan yang diambil berdasarkan
suara terbanyak yang nantinya musyawarah mufakat yang akan menentukan.
Ketidakadilan membuat hidup masyarakat tidak
nyaman, padahal di bagian lain ada kelompok masyarakat yang menikmati
kenyamanan hidup. Ketidakadilan inilah yang mendorong masyarakat menginginkan
negara demokrasi. Muhammad AS. Hikam, dalam bukunya “Demokrasi dan Civil
Society”, menulis bahwa civil society merupakan pelaku
pembentukan negara demokrasi. Civil society perlu diberdayakan
karena politik arus bawah merupakan titik tolak kebangkitan civil society.
Kaum perempuan adalah bagian dari civil society (Afwan dan Ridho
: 2008, hal 30).
Situasi dan kondisi Indonesia sangat sulit untuk
memnuhi syarat menjadi negara demokrasi. Demokratisasi bagi bangsa Indonesia
merupakan jalan yang sangat panjang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat
majemuk yang terdiri lebih dari 200 juta orang. Sejak zaman penjajahan,
masyarakat Indonesia terkondisikan pecah-pecah dan situasi ini dipelihara oleh
Belanda. Maka, ketika Bung Karno mencetuskan istilah demokrasi terpimpin,
banyak orang yang mengatakan bahwa itu hal yang dipaksakan. Kritik Hasan
Muhammad Tiro, dalam bukunya “Demokrasi Untuk Indonesia”,
mengatakan bahwa ada kesalahan konsep demokrasi pada waktu itu : pertama,
ideologi negara tidak berdasarkan rakyat; dan kedua, ada pemaksaan
negara kesatuan pada bangsa bersuku. Walaupun Hasan Muhammad Tiro mempunyai
konsep sendiri, tetapi dua hal tersebut perlu diperhatikan. Ideologi negara
(Pancasila) harus dibuktikan kalau itu memang ideologi yang diangkat dari
falsafah hidup masyarakat majemuk Indonesia[3].
Demokrasi dicita-citakan banyak orang karena di alam demokratis tidak ada
paksaan, berarti ada upaya menghilangkan budaya pemaksaan. Hilangnya budaya
pemaksaan berarti penindasan ikut hilang dan akan memproses manusia menjadi
merdeka (human liberation). (Afwan dan Ridho : 2008, hal 32).
Dalam kasus pemerintahan demophile[4]
kita jumpai suatu sistem politik yang secara behavioral (dalam perilaku)
bersifat demokratis (melindungi rakyat), tetapi secara prosedural tidak
demokratis (tidak diangkat atau dipilih rakyat). Sedangkan dalam kasus
“demokrasi rakyat” di Eropa Timur, yang kita jumpai ialah suatu sistem politik
yang secara behavioral bersifat nondemokratis (totaliter), tetapi secara
prosedural menganggap dirinya mewakili rakyat dan diangkat oleh rakyat, jadi
demokratis (Buchori, Mochtar. 2005, hal 122). Dengan adanya sistem demokrasi,
kekuasaan absolut satu pihak melalui tirani, kediktatoran dan pemerintahan
otoriter lainnya dapat dihindari. Demokrasi memberikan kebebasan berpendapat
bagi rakyat, namun pada awal mula terbentuknya belum semua orang dapat
mengemukakan pendapat mereka melainkan hanya laki-laki saja.
Pemilu secara langsung mencerminkan sebuah
demokrasi yang baik. Di Indonesia telah beberapa kali diselenggarakan pemilu
sebagai bentuk demokrasi yang baik. Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi
suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia.
Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi dapat dilihat sebagai berikut :
- Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
- Adanya pengakuan, penghargaan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara).
- Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
- Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hukum.
- Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
- Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.
- Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
- Adanya pemilihan umum yang bebas,jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.
- Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragaman (suku, agama, golongan dan sebagainya).
B. Demokrasi Indonesia saat ini
Di Indonesia saat ini ada yang namanya tiga
Lemabaga Negara atau kita sering mengenal dengan Triaspolitica yaitu : Eksekutif,
Yudikatif dan Legislatif. Ketiga lembaga negara tersebut saling lepas (independen)
tetapi berada dalam peringkat yang sepadan dan sejajar satu sama lain.
Kesejajaran dan indenpendensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar
ketiga lembaga negara bisa tetap bekerja sama saling mengawasi dan saling
mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Dalam beberapa segi, Aristoteles meletakkan cetak
biru demokrasi konstitusional zaman modern. Dalam kutipan-kutipan ini,
diperkenalkan tiga sumbangan Aristoteles yang tertanam di jantung pemikiran
demokrasi yakni : kebebasan pribadi, pemerintahan berdasarkan undang-undang
dasar (konstitusi), dan pentingnya kelas menengah yang besar (Revitch dan
Thernstrom : 2005, hal : 12).
Landasan negara demokratis salah satunya adalah
kebebasan. Salah satu prinsip kebebasan yaitu setiap orang secara bergantian
bebas dan wajib diperintah maupun memerintah, dan memang keadilan demokratis
merupakan suatu penerapan persamaan jumlah bukan proporsi. Dapat diartikan
bahwa mayoritas harus memilki kekuasaan tertinggi, dan apapun yang disetujui
oleh mayoritas harus menjadi tujuan dan adil. Namun terkadang hal ini yang
menjadi termaginalkannnya kaum minoritas. Teori spiral of silent
sangat tepat disini. Pemegang kekuasaan saat ini merupakan orang yang telah
lama berkiprah di dunia politik Indonesia. Demokrasi di Indonesia mulai disalah
artikan.
Dapat dikatakan setiap warga negara harus
mempunyai kesamaan dan oleh karenanya dalam sebuah demokrasi, kaum miskin
mempunyai kekuasaan lebih banyak dibandingkan dengan kaum kaya, karena jumlah
mereka mayoritas dari pada kaum kaya. Namun apa yang ada di Demokrasi Indonesia
saat ini tidak demikian. Kaum miskin sebagai kaum mayoritas telah dikalahkan
dengan kaum kaya sebagai minoritas. Hal ini dapat dilihat dari segala bentuk
keputusan negara yang hanya memihak pada pihak para penguasa.
Selain prinsip kebebasan, teradapat prinsip
lainnya yakni setiap orang boleh hidup sesuka dia. Ini merupakan hak istimewa
seorang bebas, sebab bila tidak hidup sebagaimana yang dikehendakinya itu
pertanda ciri seorang budak.
Bila berkaca pada pendapat Franklin Delano
Roosevelt, Franklin mengatakan bahwasannya tidak ada sesuatupun yang misterius
dalam dasar-dasar suatu demokrasi yang sehat dan kuat. Hal-hal mendasar yang
diharapkan rakyat kita dari sistem politik dan ekonomi mereka adalah sederhana
saja, yaitu:
·
Persamaan peluang bagi kaum muda dan orang-orang lain,
·
Pekerjaan bagi mereka yang dapat bekerja,
·
Keamanan bagi mereka yang membutuhkannya,
·
Berakhirnya hak-hak istimewa bagi kaum elit,
·
Perlindungan kebebasan warga negara bagi semua,
· Menikmati hasil-hasil kemajuan ilmu pengetahuan dalam kehidupan yang
senantiasa meningkat dan meluas.
Di
masa depan, yang harus kita uasahakan untuk diamankan adalah harapan kita akan
suatu dunia yang didasarkan pada empat kebebasan pokok manusia.
Pertama adalah kebebasan berbicara dan berpendapat dimana pun di dunia.
Kedua ialah kebebasan setiap orang untuk beribadat kepada Allah dengan caranya
sendiri dimana pun di dunia.
Ketiga ialah bebas dari kekurangan, yang kalau diterjemahkan dalam istilah yang
lebih umum, berarti berkaitan dengan pengertian ekonomi yang menjamin bahwa
setiap negara mempunyai kehidupan masa damai yang sehat bagi rakyatnya
dimanapun di dunia.
Keempat
adalah bebas dari rasa takut, kalau diterjemahkan dalam pengertian umum berarti
pengurangan persenjataan diseluruh dunia sampai ke suatu tingkat tertentu dan
dengan cara yang seksama sehingga tidak ada suatu bangsa yang sanggup melakukan
tindakan agresif fisik terhadap negara tetangganya di mana pun di dunia (Revitch
dan Thernstrom : 2005, hal : 207-209).
Pemilu (Pemilihan umum) di Indonesia pada awalnya
ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi
dan DPRD Kota/kabupaten. Setelah amandemen keempat UUD 1945 tahun 2002,
pemilihan presiden dan wakil presiden yang semula dilakukan oleh MPR, setelah
itu disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun
dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu pertama
kali pada Pemilu 2004. Pada tahun 2007, berdasarkan Undang-undang nomor 22
Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan
sebagai bagian dari rezim pemilu. Di tengah masyarakat, istilah ‘pemilu’ lebih
sering merujuk pada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden
yang diadakan setiap 5 tahun sekali.
Pemilu yang dilakukan tanggal 09 April 2009 lalu
merupakan salah satu bentuk adanya demokrasi di Indonesia. Dalam jurnal
mengenai yang berjudul “Carut Marut Pemilu 2009”
dapat kita lihat bahwasannya banyak pihak yang menilai bahwa pemilu tahun 2009
adalah pemilu yang paling menyedihkan sepanjang era reformasi. Di indikasikan
telah terjadi kecurangan-kecurangan dalam pemilihan legislatif 9 April 2009
lalu. Yang paling gencar diperdebatkan adalah kekacauan daftar pemilih tetap
(DPT), seperti belum cukup umur masuk dalam DPT, terdaftar ganda, telah pindah,
telah meninggal namun tetap terdaftar sebagai pemilih tetap, selain itu
diperkirakan 10 juta rakyat Indonesia tidak terdaftar DPT (Eman S dalam Jurnal
“Pusat Studi HAM Universitas Islam Indonesia” : April 2009).
Mutiara Ika Pratiwi, salah satu mahasiswi UPN
‘Veteran Yogyakarta’ mengungkapkan, “Semua tokoh peserta pemilu adalah tokoh
lama yang diduga mempunyai dosa masa lalu kepada rakyat. Di zaman Megawati,
misalnya, harga bahan bakar minyak melambung tinggi, dan telah menjual beberapa
aset negara. Prabowo pun dikenal dekat dengan pemerintahan orde baru. Dia juga
dicurigai punya peran dalam sejumlah kasus pembunuhan dan penculikan mahasiswa,
selain itu tidak sedikit dari peserta pemilu yang merupakan purnawirawan TNI,
yang secara struktural harus bertanggungjawab terhadap berbagai kasus
pelanggaran HAM yang terjadi ni negeri ini”. Ditambahakan lagi bahwa,
“Demokrasi di Indonesia adalah ‘demokrasi semu’ yang hanya dimiliki kaum elite
karena hanya memberikan kesempatan kepada elit yang berduit untuk maju sebagai
peserta pemilu, menghambat kekuatan alternatif yang anti pemilik modal.
Segelintir calon legislatif yang miskin terpaksa menjual seluruh sumber daya
hidupnya, atau menjilat elit politik lain yang bisa memberinya modal. Hasilnya
pemilu elit 2009 adalah pemilu paling boros ditengah kemiskinan rakyat. Dapat
dilihat saat berita, yakni pada masa kampanye Gerindra bagi-bagi Laptop, Golkar
bagi-bagi HP, PDIP bagi-bagi motor. Suara rakyat hanya berharga pada saat kampanye” (Eman S dalam Jurnal “Pusat Studi HAM
Universitas Islam Indonesia” : April 2009).
Pemilihan umum merupakan salah satu bentuk
demokrasi yang dikenal oleh masyarakat. Namun kita lihat saat ini, berjalannya
pemilu pun membuat hilangnya makna demokrasi di negeri ini. Telah banyak
beredar kabar mengenai pemilu yang tidak sehat. Hingga tanggal 18 Mei 2013 lalu
disebutkan dalam harian Kompas, Delapan Anggota KPU dipecat. Hal ini menandakan
pemilu Indonesia kurang sehat lagi. Tanggal 17 Mei 2013, Anggota Komisi
Pemilihan Umum Sulsel, Nusra Azis menagatakan, pihaknya telah menerima surat
pemberitahuan dari Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP). Kelima
komisioner yang dipecat ialah Ketua KPU Sinjai Sofyan Hamid dan empat anggota,
yakni Fachriandi Matoa, Jaenu, Hasriana, serta Fadrullah Marzuki (Kompas, 18
Mei 2013). D
Demokrasi kini kian mengalami inflasi.
Kualitasnya pun makin merosot karena sudah dibajak oleh para elit oligharkis.
Menurut Rozaki, para elit ini memperdaya rakyat melalui politik pemilihan
kepemimpinan. Para elit mengerdilkan peran parpol atau mereduksi peran-peran
lembaga publik lainnya melalui kuasa politik dan modal yang dimiliki. Bisa kita
lihat dari pusat hingga tingkatan daerah. Peran saudagar atau pedagang berkolaborasi
dengan eks tentara, dan birokrasi tampil begitu dominan dalam tampuk
pemerintahan. Para elit oligharkis itu berkolaborasi dengan mesin pasar neoliberal
untuk melakukan proses akumulasi capital atas sumber daya alam ibu
pertiwi di tengah penderitaan rakyat.
Seperti yang telah disampaikan Ketua Fraksi KKIMPR-RI Tahunan MPR-RI, 3
Agustus 2002, bahwa perlu dicermati bersama perkembangan praktik demokrasi,
mulai dari demokrasi langsung pada masa “Negara kota” di Yunani, di mana rakyat
berkumpul secara fisik di bukit Areopagus untuk membuat keputusan-keputusan,
kemudian berkembang menjadi demokrasi perwakilan dalam lingkup jumlah rakyat
yang lebih besar. Selanjutnya adalah demokrasi partisipatoris agar wakil-wakil
rakyat dan pemimpin yang dipilih tidak berubah menjadi oligarki dan plutokrasi;
dan kemudian berkembang menjadi pemilihan langsung karena perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi lebih memungkinkan rakyat membuat
keputusan-keputusan dan pilihan-pilihan politik tanpa secara fisik berkumpul dalam
jumlah besar di suatu tempat. Adanya jaminan konstitusional tentang pelaksanaan
pemilihan umum satiap lima tahun secara teratur mempunyai arti sangat penting bagi adanya sirkulasi
elit politik atau katakanlah penyegaran kepemimpinan, sebagai salah satu instrument
koreksi dari rakyat terhadap pemimpinnya serta kebijakan dan langkah-langkah
yang dilakukan pemimpinnya (Gintings :2006, hal 181-182).
C. Peran perempuan dalam Demokrasi di Indonesia
Dalam sejarah dunia, kaum perempuan sering sekali
di pandang sebagai subordinat bagi kaum laik-laki. Pandangan semacam ini
berimbas pada penghinaan terhadap mereka baik secara tersembunyi maupun
terang-terangan. Faktor penyebab timbulnya tindakan tersebut ialah antara lain
dipertahankannya mitos patriarkhis yang bersumber dari tradisi lokal dan
kesalahpahaman terhadap teks-teks agama. Masalah perempuan pada dasarnya
terkait dengan realitas serta persepsi kita tentang realitas masyarakat itu
sendiri yang menempatkan perempuan dan laki-laki dalam keadaan tertentu dengan
hak-hak dan kewajiban tertentu pula. Realitas tersebut sangat ditentukan oleh
nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat tertentu (Mudzhar; Alvi; & Sadli
: 2001, hal 256-257).
Dari fakta-fakta sejarah dapat diperoleh gambaran
yang menarik perhatian yang berhubungan dengan kedudukan dan peranan perempuan
di Indonesia. Perempuan indonesia ternyata bisa memperoleh kedudukan, wewenang
dan kekuasaan tertinggi sebagai kepala negara. Di samping itu, mereka juga
telah berkiprah di berbagai bidang yang sering dianggap sebagai dunia
laki-laki. Hal ini bertentangan sekali dengan gambaran umum yang ada tentang
masyarakat Indonesia di mana kaum perempuan
yang dibedakan dari kaum laki-laki mempunyai kedudukan yang rendah dan
hidup terkekang. Mereka seolah-olah tidak mempunyai peluang untuk berkembang
(Mudzhar; Alvi; & Sadli : 2001, hal 180).
Gambaran mengenai perempuan Indonesia yang
terungkap dalam surat RA Kartini yang terkenal itu merupakan gambaran yang mengungkapkan
perempuan Indonesia pada masa itu. Citra perempuan sebagai manusia sekkunder
atau nomor dua telah banyak kita dengar. Perempuan sering mendapat gelar ‘dapur-sumur-kasur’.
Namun banyak pula bukti yang menunjukkan bahwa perempuan Indonesia pernah
memegang jabatan pimpinan sebagai kepala negara dan juuga berperan aktif dalam
berbagai bidang, baik politik, ekonomi, sosial dan budaya, bahkan militer.
Memasuki abad ke-20 terjadi perubahan struktur
peranan perempuan Indonesia. Ide dan pemikiran barat mulai masuk bersamaan
dengan diperkenalkan dan disebarluaskan pendidikan cara barat. Karena itu,
mulai muncullah orang-orang yang mulai sadar akan diri pribadi dan statusnya.
Dengan kesadaran baru yang diperolehnya, perempuan tidak hanya bisa menjadi ibu
rumah tangga atau istri yang bergerak di wilayah domestik. Potensi yang
dimiliki perempuan justru harus dikembangkan. Kesempatan untuk memasuki dunia
laki-laki atau wilayah publik yang berada di luar rumah mulai terbuka dan
semakin lama semakin lebar. Namun, tentunya ada syarat-syarat tertentu yang
harus dipenuhi seperti yang dikenakan pada kaum laki-laki.
Sungguh sangat menarik apabila mengamati
keterlibatan kaum perempuan dalam kontestasi pemilukada yang berlangsung
tanggal 23 Mei 2010 di tiga kabupaten di daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini
sebagai bukti peran perempuan Indonesia dalam mengawal demokrasi di Indonesia.
Para perempuan yang berkontestansi di pemilukada kali ini semuanya memiliki
kans kuat untuk memenangkan pertarungan politik. Mereka semua memiliki modal
simbolik, kultural dan politik yang tak dapat dipandang remeh (Rozaki, Abdur.
2012, hal 206). Bupati kab. Bantul yang akrab disapa Ida Samawi merupakan
perempuan yang telah berhasil menyukseskan demokrasi di salah satu daerah di
Yogyakarta. Ibu Ida Samawi yang dulunya mendampingi suaminya sebagai bupati
Bantul dua kali periode merupakan bukti peran perempuan dalam menyongsong
demokrasi di negeri ini.
Selain di Bantul di kabupaten Sleman dan juga
Gunung Kidul juga tidak kalah menariknya dalam memeriahkan demokrasi. Di Sleman
sendiri ada dua orang perempuan sebagai kandidat calon wakil bupati, yakni Yuni
Setia Rahayu dan Sri Muslimatun. Adapun untuk kabupaten Gunung Kidul, posisi
Ibu Badingah (incumbent wakil bupati yang memisah dengan pasangan
sebelumnya pada pemilukada kali ini), memiliki peluang juga untuk memenangkan
kembali kursi yang satu periode ini didudukinya.
D. Media Komunikasi
Politik di Indonesia
Berbicara mengenai politik di Indonesia saat ini tidak terlepas dari para
aktor
politik yang ada di dalamnya serta media yang mereka gunakan dalam menyampaikan
pesan dan mempengaruhi khalayak. Menurut Mc.Luhan, media merupakan perluasan alat indera manusia. Media
merupakan alat bantu kita untuk mempermudah menyampaikan dan menerima pesan.
Saat ini mulai banyak bermunculan media-media baru yang dapat dimanfaatkan
untuk tujuan komunikasi politik khususnya. Apabila kita menilik pada media televisi
saat ini, banyak stasiun televisi swasta yang meraup
keuntungan untuk tujuan politik mereka. Berbagai macam jalan propaganda mereka
tempuh, apalagi tahun 2014 mendatang akan ada pemilihan umum sebagai bentuk demokrasi di
Indonesia.
Media massa befungsi menyampaikan pesan yang beraneka ragam dan actual
mengenai lingkungan sosial dan politik. Surat kabar, televisi, radio dapat
menjadi medium untuk mengetahui berbagai peristiwa politik yang actual yang
terjadi di seluruh penjuru dunia termasuk di Indonesia. Media elektronik
seperti televisi, radio dan new media (internet) kini menjadi sorotan utama dan media
yang laris digunakan karena mampu mengikuti berbagai kejadian politik yang
sedang terjadi secara cepat. Media pada dasarnya adalah segala sesuatu sebaga
alat bagi seseorang untuk menyatakan gagasan, ide jiwa atau kesadarannya.
Pentingnya media dalam politik adalah untuk menarik perhatian kepada
seluruh khalayak. Media massa memiliki salah satu fungsinya adalah fungsi
sosial dan fungsi ekonomi. Dengan adanya fungsi tersebut, media bukanlah
entitas yang pasif seperti robot yang hanya mendistribusikan pesan, melainkan
aktif, selektif dan kritis. Hal ini didasarkan karena media massa sebagai
institusi yang memiliki kepentingan sendiri dan bahkan memiliki pemikiran
idealisme secara
independen.
Terkait demokrasi dan politik di Indonesia, pemilu mendatang 2014
merupakan pesta rakyat yang akan dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.
Berbagai media massa telah gencar mengabarkan hal tersebut dan mulai
mempersipakan untuk suksesnya pemilu 2014. Namun, dalam pemilihan caleg yang
dilakukan lebih awal dari pilpres, terdapat banyak kerancuan. Seperti yang
dikabarkan dalam Kompas, 30 April 2013 “Kilas Politik dan Hukum”, Teknologi
Informasi Pemilu belum jelas.
Meskipun anggaran penerapan Teknologi Informasi (TI) pada Pemilu 2014
sudah dialokasikan Rp 40 miliar untuk tahun 2013, konsep yang digunakan belum
diputuskan KPU dalam rapat pleno KPU, Senin (29/4). Ketua KPU Husni Kamil
Manik, Senin (29/4), di Jakarta, mengatakan, pada prinsipnya, aplikasi TI untuk
Pemilu 2014 diadakan pada 2013, termasuk untuk sarana prasarana TI. Dengan
demikian, pada 2014 tinggal dilakukan pelatihan-pelatihan dan sosialisasi.
Anggota KPU, Hadar M Gumay, manambahkan, TI akan digunakan untuk rekapitulasi,
system informasi data pemilih, logistic, system penghitungan, dan komunikasi
antar KPU. Saat ini disiapkana konsep dan system komunikasi berbasis TI serta
peralatannya (Kompas, edisi 30 April 2013).
Teknologi Informasi yang sangat vital dalam komunikasi politik saat ini
namun di Indonesia belum sepenuhnya siap untuk digunakan. Media massa sangat
berfungsi disini terutama menyongsong pemilu 2014. Salah satu bukti adalah
digunakannya surat kabar sebagai bagian informasi mengenai pemilu yang akan
dilakukan tahun depan. Banyak kita jumpai di TV adanya para calon politik yang
menggunakan media sebagai bentuk propaganda dan juga kampanye. Di
TVOne, MetroTV merupakan stasiun TV yang banyak digunakan oleh actor politik
untuk menunjang eksistensi dan juga sebagai media propaganda.
Opini publik yang terbentuk dalam public
sphere menggambarkan suatu proses sosial terjadinya transformasi kekuasaan,
atau tepatnya kontrol publik terhadap kekuasaan negara. Dalam iklim demokrasi
dan era medis saat ini, media massa menjadi pusat startegis bagi terwujudnya public
sphere. Public sphere pada era demokrasi menurut Murdock
memiliki tiga prinsip yaitu :
Pertama, adanya kebutuhan masyarakat demokratis (warga negara) untuk memiliki
akses terhadap informasi, sarana (device), dan analisis yang akan
membuat mereka mampu mengetahui dan berusaha memperoleh hak-hak pribadi mereka.
Kedua,adanya akses informasi yang luas dan kebebasan berdiskusi (berdebat)
dalam wilayah yang terkait pada pilihan politik publik.
Ketiga, adanya fasilitas bagi masyarakat untuk mengenali diri mereka sendiri dan
aspirasinya yang terpresentasi di media, serta media dapat memberikan
kontribusi atas pengembangan masyarakat. Hal ini akhirnya juga mentransformasikan
politik menjadi rational authority dalam media yang menjadi public
sphere, sehingga surat kabar politik memiliki peran penting. Media massa
cetak seperti koran saat itu bukan hanya sebagai institusi publikasi berita,
tetapi menjadi pembawa dan pemimpin opini public; dan dijadikan senjata bagi
partai politik (Iswandi Syahputra : 2013, hal 148-149).
Tidak
menjadi hal yang baru lagi saat ini bila media massa sering digunakan atau
dimanfaatkan oleh partai politik sebagai alatdalam membentuk opini publik
sebagaimana yang terjadi akhir dekade ini. Kehidupan media massa di Indonesia
saat ini menjadi lebih memprihatinkan dengan adanya kecenderungan praktik politicization
of media (Syahputra : 2013).
Kesimpulan
Demokrasi di Indonesia bukanlah demokrasi yang
diperoleh secara natural sehingga demokrasi yang terjadi di Indonesia kurang
tepat apabila dikatakan berhasil. Soekarno sendiri dulu sempata menolak dengan
sebutan Indonesia negara demokrasi, karena yang ada nantinya kelas bawah akan
di injak dengan kelas atas.
Perempuan Indonesia yang dari dulu dianggap
merupakan kelas sekunder (nomor dua), kini mulai berpengaruh dalam demokrasi di
Indonesia. Sejak mengecam lebih banyak wacana gender di Indonesia, perempuan
Indonesia yang dahulunya dianggap kurang cakap dalam segala bentuk perpolitikan
di Indonesia kini justru semakin memperkuat demokrasi di Indonesia melalui
berbagai perannya.
Sudah saatnya demokrasi di Indonesia di pertegas
dan diperjelas, bukan hanya laki-laki yang memainkan peran untuk demokrasi di
Indonesia, namun perempuan memiliki pengaruh yang sangat besar. Demokrasi
Indonesia yang dahulunya hanya merupakan adopsi dari negara barat, kini kita
sesuaikan dengan demokrasi berdasarkan kultur Indonesia sehingga tidak akan
menimbulkan kontradiksi dan ketimpangan.
Setelah mulai bermunculan perempuan dalam demokrasi di Indonesia, media
politik yang mereka gunakan untuk mempengaruhi khalayak pun mulai beragam. Media massa dimanfaatkan fungsinya, sehingga
tidak hanya digunakan sebagaimana fungsinya namun mulai dimanfaatkan juga
sebagai bentuk propaganda dan kampanye.
Daftar Pustaka
Buku
-
Rozaki, Abdur. 2012. Mendemokratisasi Negara, pasar, dan Masyarakat
Sipil. Yogyakarta : IRE (Institute for Research and Empowernment)
-
Suharso dan Retnoningsih. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi
Lux). Semarang: Widya Karya
-
Revitch dan Thernstrom. 2005. Demokrasi Klasik & Modern.
Jakarta : Buku Obor
-
Mudzhar, M Atho; Alvi, Sajida S; & Sadli, Saprinah. 2001. Wanita
dalam Masyarakat Indonesia (Akses, Pemberdayaan dan kesempatan). Yogyakarta
: Sunan Kalijaga Press Yogyakarta.
-
Afwan, Budi Ashari & Ridho, Subkhi. 2008. Menembus Batas Politik
Perempuan Indonesia (Mendobrak Tabir Budaya, Sosial dan Agama). Yogyakarta
: LSIP.
-
Buchori, Mochtar. 2005. Indonesia mencari Demokrasi. Yogyakarta:
INSIST Press.
-
Gintings, Sutradara. 2006. Jalan Terjal Menuju Demokrasi. Jakarta
: IPCOS (Institute for Policy and Community Development Studies).
-
Syahputra, Iswandi. 2013. Rezim Media (Pergulatan Demokrasi,
Jurnalisme dan Infotainment dalam Industri Televisi). Jakarta : Gramedia
Jurnal
-
Eman. 2009. Demokrasi Amburadul (Edisi April 2009). Yogyakarta : Isra’
(Pusat Studi HAM Universitas Islam Indonesia Yogyakarta).
Surat Kabar
-
Harian Kompas. Edisi Senin, 30 April 2013. Kilas Politik & Hukum.
Rubrik : Politik dan Hukum.
-
Harian Kompas. Edisi Sabtu, 18 Mei 2013. Delapan Anggota KPU Dipecat. Rubrik
: Nusantara
[1] Demokrasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012) adalah pola
pemerintahan rakyat.
[2] Gender merupakan
konstruksi sosial yang menyetarakan sifat antara laki-laki dan perempuan.
Menurut Julia, gender adalah seperangkat peran. Istilah gender pertama kali
diperkenalkan oleh Robert Stoller (1968) .
[3] Pancasila sebagai
ideologi negara tidak cukup hanya dipercaya melalui “kesaktiannya”. Maka perlu
dikaji dan dibuktikan. Salah satu prinsip Feminis adalah berpijak pada realitas
hidup. Dalam hal ini, kaum feminis Indonesia mempunyai tugas meneliti untuk
meluruskan kebenarannya.
[4] Demophile-menurut Giovani
Sartori-adalah pemerintahan yang manusiawi, pemerintahan yang aluristik, oleh
suatu penguasa yang memperoleh kekuasaan tidak secara demokratis. Bahasa
populernya : pemerintahan yang “demokratis” oleh suatu kekuasaan yang
“non-demokratis”.
ijin copy ya kak thanks
BalasHapusonline media indonesia