Fakta Kematian Tokoh Indonesia (Resensi Buku)
Judul :
Indonesia X-Files : Mengungkap Fakta dari Kematian Bung Karno sampai
Kematian Munir
Penulis : dr.
Abdul Mun’im Idries, Sp.F
Penerbit : Noura
Books
Cetakan : I, Juni
2013
Tebal :
XXIII + 334 halaman
ISBN :
978-602-7816-60-2
Dokter ahli
Forensik Abdul Mun’im Idries merupakan salah seorang yang mengetahui rahasia di
balik fakta kematian beberapa tokoh Indonesia. Sebagai dokter ahli forensik,
Mun’im Idries selalu menjunjung tinggi kehormatan profesi (officium mobile)
dengan memperjuangkan pencarian kebenaran dan tegaknya keadilan. dr. Abdul Mun’im
Idries mengungkapkan hasil forensik terhadap beberapa mayat akibat korban
kekerasan baik secara fisik seperti kasus Marsinah, Munir, korban Trisakti,
Nasrudin dan non fisik yang terjadi pada Presiden Pertama Indonesia, Ir
Soekarno. Selain itu dr. Mun’im Idries juga mengungkapkan fakta kejahatan
Narkoba, membongkar kekerasan seksual dan kejahatan terhadap anak serta
pembunuhan sadis, amukan massa dan kematian tokoh seperti saksi atas kematian
wartawan udin dan tersangka penembak Zaenudin.
Tujuan utama
ilmu kedokteran forensik adalah membantu proses penegakan hukum dan keadilan. Objeknya
adalah benda bukti (korban mati atau hidup; korban atau tersangka pelaku
kejahatan). Pemeriksaan atas permintaan pihak penyidik, fakta yang obyektif
tanpa emosi dan berdasarkan logika merupakan asas kerja dokter forensik serta menganut
tranparansi di dalam hal pengungkapan kasus dan mempunyai fungsi melindungi
masyarakat (to protect society). Ini sangat berbeda dengan
tujuan dari ilmu kedokteran lain, yang tujuannya menyembuhkan (mengurangi
sakit) (hal 248).
Salah satu
kasus pembunuhan yang kontroversial ditangani oleh Mun’im Idries adalah kasus
Marsinah yang terjadi pada September 1993. Marsinah sebagai aktivis pergerakan
buruh mengalami tindak kekeresan seperti yang terbukti dalam persidangan
sebelumnya yakni terbukti bahwa terdapat tiga orang menusuk kemaluan Marsinah
dalam waktu yang berbeda, tapi dalam Visum et repertum (VR) hanya
ditemukan satu luka, yaitu luka pada labia minora. Dalam kasus Marsinah, pembuatan VR diluar
kelaziman. Kelaziman dalam pembuatan kesimpulan Visum et Repertum yang
dicantumkan adalah jenis kekerasannya, bukan bendanya. Dalam visum kedua tidak
bisa diperoleh penjelasan perihal perlukaan atau kelainan yang menyebabkan
Marsinah tewas. “Kamu gila. Ngelawan arus. Pulang tinggal nama entar”,
begitu terlontar dari kolega dr. Mun’im Idries, ketika akhir 1993 dokter
forensik ini berani mejadi saksi ahli kasus pembunuhan Marsinah.
Selain misteri
kematian Marsinah, dalam buku Indonesian X-File dr. Mun;im Idries juga
menerangkan mengenai misteri kematian sang proklamator yang menjadi kontraversi.
Dalam buku ini dr. Abdul Mun’im Idries menjelaskan hasil analisa dari kematian
sang proklamator. Kabar yang telah beredar menceritakan bahwa kematian Bung
Karno karena penyakit yang dideritanya. Namun ada hal lain yang perlu
diklarifikasi dalam kasus kematian Bung Karno. Salah satu istri Bung Karno, Ny.
Ratna Sari Dewi membuat pernyataan bahwa suaminya meninggal dunia karena
diracuni (diberi obat tidur terus-menerus) dan bukan akibat penyakit.
Lain halnya
dengan keterangan yang diberikan oleh para pakar yang merawat Bung Karno.
Menurut dr. Hartanto (Kolonel Purnawirawan) alias dokter Tan, fungsi ginjal
Bung Karno tinggal 25 persen saja. Yang diberi kepercayaan untuk mengobati Bung
Karno adalah para dokter China yang melakukan pengobatan secara “misterius” dan
selalu di dampingi oleh D.N. Aidit. Dokter Indonesia tidak pernah di mintai second
opinion (hal 40-41).
Kedaan fisik
Bung Karno seperti yang telah diutarakan oleh dokter yang merawat, bahwa ginjal
beliau hanya berfungsi 25 persen saja, perawatan yang tidak memadai ditambah
lagi mengisolasi Bung Karno dari rakyatnya
merupakan faktor penting yang membuat kondisi fisik dan mental Sang
Proklamator ambruk. Tindakan mengucilkan, perlakuan yang tidak manusiawi serta
masalah atensi dan eksistensi serta kondisi kesehatan yang buruk dapat
merupakan kondisi yang memungkinkan tewasnya tokoh nasionalis. Pengucilan diri
merupakan penghilangan eksistensi. Padahal eksistensi tersebut merupakan sumber
atau tenaga bagi seseorang untuk dapat bertahan hidup dan berjuang.
Selain
menungungkap kasus Marsinah dan Bung Karno, dr. Forensik Abdul Mun’im Idries
juga pernah menangani kasus pembunuhan wartawan Bernas, Fuad Muhammad
Syafrudin alias Udin yang paling banyak menyedot perhatian setelah kasus
pembunuhan beranrai yang meminta korban anak-anak jalanan. Kasus pembunuhan
wartawan Udin dilakukan saat malam hari bertempat dirumahnya. Istri Udin sempat
mengetahui pelaku pembunuhan tersebut. Namun, perlu di ingat bahwa kejadian
tersebut terjadi pada malam hari. Hal tersebut tentunya akan berpengaruh dalam
hal penglihatan, faktor emosional seperti panik, takut, cemas sehingga saksi
tidak dapat berfikir secara jernih.
dr. Mun’im
Idries memberikan gambaran termudah cara mengidentifikasi massal korban
kerusuhan. Seperti halnya peristiwa kerusuhan di Banjarmasin, Jumat 23 Mei 1997
merupakan peristiwa yang terjadi akhir kampanye dan menelan banyak korban jiwa.
Kasus Banjarmasin merupakan kasus forensik. Dalam tragedi ini melibatkan
dokter-dokter ahli forensik untuk menentukan identitas para korban, penyebab
kematian korban, serta untuk menentukan mengapa musibah tersebut dapat terjadi.
Dalam
kedokteran forensik, ada dua penentuan identitas korban, yaitu identifikasi
personal (misalnya dalam kasus pembunuhan) dan identifikasi massal (pada setiap
kasus kerusuhan atau bencana massal dengan jumlah korban sangat besar) (hal
286).
Dalam
identifikasi personal, korban yang di identifikasi biasanya hanya satu atau
beberapa orang. Pemeriksaan model ini sangat mudah karena objek yang sedikit,
waktu pemeriksaan tidak perlu tergesa-gesa dan semua metode identifikasi
(visual, dokumen, pakaian, perhiasan, medis, gigi, sidik jari, serologi dan
eksklusi), jika diperlukan dapat dipergunakan. Berbeda dengan identifikasi
massal, hasil dari identifikasi massal akan digunakan untuk menjelaskan mengapa
peristiwa itu terjadi. Selain itu, identifikasi massal mempunyai aspek
medikolegal dan sosiologis (penentuan penyebab kematian, cara kematian,
asuransi, pengambilan korban oleh pihak keluarga, warisan, dan lainnya).
Kendala dalam identifikasi massal dapat ditentukan dengan faktor jumlah korban
yang sangat besar, tempat pemeriksaan yang tidak memadai (di TKP atau bangunan
darurat) serta faktor waktu yang sangat terbatas. Observasi di TKP melibatkan
ahli kedokteran forensik dan polisi. V3.doc
Komentar
Posting Komentar