Pergerakan Buruh Kontemporer di Indonesia

Pergerakan Buruh Kontemporer di Indonesia
Oleh :
Mahendra Kusumawardana & Eko Prasetyo

A.  Buruh di masa Orde Baru
Kepentingan yang disokong oleh Soeharto saat naik adalah kekuatan pemilikan modal. Saat ini bukan saja orang (buruh) yang dihancurkan, namun juga organisasi dan ide-idenya. Pertengahan 70-an ada tekanan internasional untuk membuat semakin berkembangnya pemilik modal.
Sejak dahulu adanya suatu federasi buruh, yang mengisi acara dalam serikat buruh bukanlah aktivis maupun orang faham mengenai gerak buruh namun ada intervensi dari tentara. Strategi progresif buruh di rezim Soeharto adalah dengan membuat organisasi diluar SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) antara lain ada SBSK, SBSI. Saat pemerintahan Soeharto organisasi buruh yang ada hanya SPSI tersebut.
Keuntungan dengan adanya reformasi bagi buruh adalah adanya keterbukaan atau pembukaan ruang demokrasi dan pemudahan membuat organisasi buruh. Di sisi lain struktur kapitalisme tetap ada. Saat ini banyak system kerja dengan kontrak dan oshorsing. Dengan system tersebut membuat upah menjadi fleksibel dan memudahkan perusahaan melakukan PHK tanpa uang pesangon maupun tunjangan yang lain. Undang-undang No 2 tahun 2004 mengenai buruh, bahwasannya Negara tidak lagi mau campur tangan segala hal mengenai masalah di dalam perusahaan dan diselesaikan di pengadilan Industri.
Buruh dan kapitalisme selalu bersebrangan, ketika kapitalisme telah menguasai tatanan nasional maka akan menggapai dalam menguasai tatanan ekonomi politik pula. Kenaikan Soeharto tidak saja menghancurkan fisik, namun juga ide. Telah dilakukan mogok nasional pada tanggal 03 Oktober sebagai bentuk penolakan terhadap kapitalisme dan keinginan kesejahteraan buruh. Hingga kini yang telah melakukan peruntuhan kapitalisme banyak di dalangi oleh buruh, karena kepentingan kelas buruh untuk menghancurkan basis pemilik modal. Harus ada koalisi antara gerakan buruh dan dibarengi dengan gerakan mahasiswa.
B.  Gerakan Buruh Kontemporer
Penguasan para pemilik modal terhadap bawah maupun kelas buruh banyak dirasakan oleh kaum buruh karena kedekatan antara pemilik modal dan kaum buruh dapat dirasakan sehingga dampak dari penguasaan oleh pemilik modal terhadap mereka sangat kentara. Sedangkan ditataran mahasiswa, wacana mengenai gerakan buruh hanya sekedar wacana begitu pula dengan kapitalisme. Hal ini dikarenakan kalangan mahasiswa tidak bersinggungan langsung dengan para pemillik modal. Sehingga hal ini yang harusnya tercipta gerakan buruh berbarengan dengan gerakan mahasiswa.
Buruh dan mahasiswa merupakan dua hal yang berbeda. Buruh lebih merasakan adanya system kapitalis sedangkan mahasiswa hanya pemikir. Kemudian untuk menyatukan antara keduanya yakni mahasiswa dan buruh tidak secara serta merta, namun ada metodologi yang harus dibentuk. Buruh telah dilemahkan ruang geraknya, dan untuk membangkitkannya lagi perlu adanya gerakan membangun ide. Demonstrasi yang dilakukan oleh kaum buruh merupakan salah satu bentuk “dari pabrik ke public”.
Persoalan mengenai buruh adalah ada di tataran kesadaran ideologis. Menurut Mahendra, untuk dapat mengembangkan ide dan menggerakkan kembali kesejahteraan buruh atas penindasan pemilik modal ada tiga langkah yang dapat dipilih. Pertama,dengan sebuah kesadaran yang harus dibangun di kalangan buruh. Kedua, Birokrasi yang perlu dibenahi kembali. Ketiga, Mengusut tradisionalnya.

Buruh dapat kita kenal dengan buruh formal dan informal. Dapat kita bilang, buruh pabrik merupakan buruh formal yang mana mereka secaralangsung merasakan system kapitalis yang diterapkan dalam perusahaan tersebut. Hal demikian yang menjadi dasar adanya gerakan buruh dan menyebabkan terbentuknya banyak perserikatan buruh. Dapat kita ketahui dalam system pembagian kerja dan penanganan di PLN maupun PT KAI yang merupakan asset milik Negara. PLN saat ini telah diserahkan wewenang penanganan kepada masing-masing daerah yang pemiliknya tidak hanya orang Indonesia namun juga mancanegara. Hal ini yang menjadikan system penanganan mereka pun berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain karena kebijakan diserahkan kepada pemilik masing-masing. Penerapan seperti itu juga di ikuti oleh PT KAI yang saat ini juga menerapkan system oshorsing secara tidak kita sadari. Pemilik KA Sritanjung, Kahuripan, Sancaka adalah beberapa orang yang berbeda. Keuntungan dari adanya system tersebut adalah memudahkan control pada masing-masing daerah yang tidak harus bergantung pada pusat.

Artikel ini diperoleh saat penulis mengikuti Sekolah Moslem Progresif yang diselenggarakan oleh Senat Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pembicara oleh Mahendra Kusumawardana & Eko Prasetyo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Komunikasi Lintas Budaya (Makalah)

JENIS CITRA (Frank Jeffkins)

Cara Membuat Kerajinan Dari Tanah Liat