Resensi Buku AMOI Singkawang

Judul          : AMOI (Gadis Yang Menggapai Impian)
Penulis       : Mya Ye
Jenis Buku : Non Fiksi
Penerbit     : Kompas
Cetakan     : Oktober 2011
Tebal         : X + 318 hlm; 11 cm x 18 cm

Novel Amoi menceritakan mengenai perempuan atau para amoi di Singkawang di pulau Kalimantan. Buku ini menyajikan cerita  kehidupan para penduduk yang memiliki garis keturunan dengan tionghoa harus mengarungi kemiskinan di Pulau Kalimantan. Orang Tionghoa yang terkenal selalu kaya raya, justru berbeda dengan para Tionghoa yang berada di Kalimantan. Singkawang merupakan nama sebuah tempat di kalimantan yang penduduknya adalah orang Tionghoa.

Pada buku ini disampaikan pula awal mula kehadiran orang tionghoa di singkawang kalimantan. Seorang tionghoa dari China yang hidup dalam garis kemiskinan berusaha ingin melepaskan diri dari garis kemiskinan dengan hijrah ke Kalimantan. Namun, hidupnya di singkawang tetap sama saja tidak berubah dari garis kemiskinan justru semakin terpuruk. Hingga beranak pinak, tionghoa tersebut tetap miskin dan hingga kini diturunkan ke anak cucu nya yang masih tinggal di singkawang kalimantan.

May Ye juga menceritakan sisi kehidupan para amoi singkawang untuk membantu perekonomian keluarga dengan cara menikah dengan orang luar negeri, seperti dari taiwan maupun hongkong. Pemikiran bahwa menikah dengan orang luar negeri akan merubah hidupnya menjadi kaya (karena ada uang tebusan nikah) menjadi cita cita para amoi singkawang ini. Namun, tidak semua pernikahan dengan orang luar negeri ini menyenangkan. Tidak jarang pula malah para amoi yang menikah dengan orang luar negeri menjadi babu untuk kelluarga suaminya bahkan bunuh diri kaena tidak sanggup menjalani hidup dibawah tekanan sang mertua.

Sangat sedikit sekali para amoi yang berfikiran untuk sekolah hingga tinggi karena hidup dalam kemiskinan menjadikan penduduk singkawang hanya mengejar materi ekonomi. Menikah dengan orang luar negeri menjadi cita-cita para orangtua yang memiliki anak gadis. Sedangkan menikah dengan lelaki asli singkawang bukan hal yang baik karena lelaki singkawang hanya hidup dalam kemiskinan dan kebodohan.

Buku Amoi tidak hanya menyajikan kisah hidup para amoi singkawang dan cita-cita para amoi. Adat tradisi orang tionghoa selalu dipegang teguh dari zaman nenek moyanghingga sekarang. Mereka selalu giat beribadah berdoa di tempat pak Kung (sebutan untuk dewa bumi / kelenteng) dengan membakar hio (dupa).

Ditilik dari sisi gender, dalam buku ini lebih mendiskriminasikan perempuan. Karena dalam tradisi China, perempuan tidak punya hak apa-apa. Para lelaki pemegang kenadali secara keseluruhan. Jika menjadi seorang istri, perempuan tidak memiliki hak suara bahkan tidak memiliki hak untukmengambil keputusan.


May ye dalam menuliskan kisah tionghoa tidak terlepas dari tradisi perayaan dengan menampilkan barongsai. Barongsai semoat populer waktu perkumpulan Tionghoa Hwe Koan  masih bediri. Tapi itu pada zama dulu, setlah itu puluhan tahun etnis Tionghoa seperti dipasung karena tradisi dan budaya harus dikubur dalam-dalam bahkan nama harus diganti, tidak boleh menggunakan tiga nama dan tidak boleh ada aksara China. Perayaan tahun baru imlek pun dilarang. Namun kini barongsai menjadi icon kota Singkawang.  V3.doc

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Komunikasi Lintas Budaya (Makalah)

JENIS CITRA (Frank Jeffkins)

Cara Membuat Kerajinan Dari Tanah Liat